Khutbah Idul Fitri 1444H
MENGGAPAI KEHARUMAN SURGA MENGUATKAN AKHLAQUL KARIMAH
KH. Syaikhul Hadi, S.Ag, M.Fil.I
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan
بسم الله الرحمن الرحيم
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ٣x
لااله الا الله والله اكبر.الله اكبر والله الحمد. الله اكبر والحمد الله كثير وسبحان الله بكرت واصيله لااله الا الله والله. الله اكبر والله الحمد
الحمد لله رب العلمين : الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالحَيَوتَ لِنَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلَ وَهُوَالعَزِيْزُ الغَفُورْ : اشهد ان لااله الاالله واشهد ان محمد عبده ورسوله لَانَبِيَ بَعْدَهُ : اللَّهُمَّ صلِّى على محمد وعلى ال محمّد كما صَلَّيتَ على ابراهيم وعلى ال ابراهيم انَّكَ حميد مجيد, اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى محمد وعلى ال محمد كما باركت على ابراهيم وعلى ال ابراهيم انّك حميد مجيد
فَيَاعِبَدَالله أُوسِيكُم ونفس بتقوالله فقد فازالمتقوان: قال الله تعال في القران الكريم: اعود بالله من الشّيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ (ال عمران : ١٠٢)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (الحسر: ١٨)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ (البقراه: ٢٠٨)
Allahu Akbar 3x, wa lillahil hamdu
Ma’asyiral Rahimakumullah….
Mengawali khutbah Idul Fitri 1444H kali ini, marilah kita sama-sama berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt dengan sebenar-benarnya iman dan taqwa, yaitu dengan sekuat kemampuan kita untuk melaksanakan perintah dan menjauhi segala apa yang menjadi larangan-Nya. Dan semoga Allah melimpahkan hidayah, rahmat, nikmat dan taufiqnya kepada kita semua. Aamiin Yaa Rabbal’alamiin.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan keteladanan dalam kehidupan ini, semoga kita, anak cucu kita selalu setia menjadi pengikutnya ilaa yaumil qiyaamah. Aamiin.
Ma’asyiral muslimin Jama’ah shalat Idul Fitri Rahimakumullah…
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Alhamdulillah, puji syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat yang besar kepada kita semua pada hari ini, yaitu meraih kemenan[1]gan di hari yang fitri dalam keadaan Islam dan beriman kepada Allah . Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat dan pengikutnya.
Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah untuk terus istiqamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah Saat ini, sudah tiba saatnya bagi kita untuk merayakan kemenan[1]gan atas ibadah yang telah kita lakukan selama satu bulan penuh, yaitu dengan merayakan shalat hari raya Idul Fitri. Momentum pertama dalam merayakan hari yang mulia ini adalah dengan cara memper[1]banyak menyucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bacaan-ba[1]caan takbir, membesarkan nama-Nya, dan mengagungkan Zat-Nya, sebagai bentuk syukur karena telah memberikan kita pertolongan agar bisa menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan dengan sempurna. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 185, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
…. وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan menga[1]gungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Sambutan kemenangan ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah setelah melewati masa-masa ujian yang sangat berat yaitu berjihad melawan diri sendiri atau hawa nafsu selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Nabi menyampaikan kepada para sahabat jika berjihad melawan diri sendiri merupakan perhelatan perang yang lebih berat ketimbang perang badar melawan orang kafir. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits: “Tidaklah pantas orang mukmin meremehkan puasa bulan suci Ramadhan Maka pekerjaan duniawi ditinggalkan dengan berbagai macam ibadah sunnah dan raihlah derajat yang mulai berupa surga Firdaus.”
Imam Nawawi memahamkan kepada kita bahwa momentum bu lan suci Ramadhan bukan hanya kesempatan yang baik untuk men[1]jalankan ibadah yang wajib saja tetapi juga ibadah yang sunnah. Ban[1]yak orang yang tidak menyadari tentang keutamaan ibadah sunnah di dalam bulan suci Ramadhan. Akibatnya ibadah sunnah tersebut dilakukan hanya sebagai ibadah formalitas atau dilaksanakan seb[1]agai bentuk ueforia atau meramaikan saja di permulaan bukan suci Ramadhan tiba. Banyak shaf masjid atau mushola begitu sesak dan penuh di awal pelaksanaan ibadah teraweh namun beberapa hari ke[1]mudian kondisinya kembali lapang dan lega. Padahal pada bulan suci Ramadhan Allah menaikkan status semua ibadah. Ibadah wajib di[1]naikkan statusnya menjadi ibadah yang tidak terhingga nilainya. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Setiap amalan anak cucu adam adalah untuknya, kecuali puasa maka sesungguhnya untuk-Ku dan Aku akan membalasnya.”
Hadits ini mengisyaratkan jika ibadah puasa Ramadhan yang wa[1]jib tersebut status balasannya langsung diambil alih oleh Allah. Jika demikian, mafhum muwafaqah Hadits qudsi ini dapat dipahamkan termasuk ibadah wajib lainnya yang dilakukan oleh orang mukmin di bulan suci Ramadhan seperti shalat lima waktu dan zakat fitrah. Ada[1]pun status ibadah yang sunnah naik setara dengan ibadah wajib di luar Ramadhan seperti shalat taraweh, berbuka puasa, sahur, qiyamul lail dan lainnya. oleh karena itu, sebuah keberuntungan bagi orang mukmin yang dapat mengisi waktu-waktu di bulan suci dengan berbagai ibadah yang disenangi oleh Allah.
Para jamaah sidang shalat Idul Fitri Rahimakumullah..
Sebuah pertanyaan yang layak kita renungkan. Mengapa pada bu[1]lan Ramadhan kita dilatih dan didik secara ketat? Aktifitas yang bo[1]leh dilakukan pada hari-hari biasa dapat dilakukan menjadi terlarang atau haram dikerjakan di bulan suci Ramadhan. Bahkan pelanggarnya akan mendapat ancaman yang sangat pedih dan menyakitkan. Allah menetapkan itu semua dalam dalam rangka untuk menghormati para mahluknya seperti bulan Ramadhan, Al-Qur’an termasuk manusianya. Allah menghormati bulan Ramadhan sebagai bulan yang mulia. Implementasi Kemuliaan tersebut dilakukan dengan setidaknya menjalankan ibadah puasa dan ibadah yang lainnya.
Pada saat ibadah puasa berlangsung maka manusia dilarang makan, minum, mau[1]pun hubungan suami istri di siang hari. Pelarangan ini bukan dalam rangka menyiksa manusia akan tetapi untuk memutus mata rantai pintu masuknya hawa nafsu pada diri manusia. Pada saat makanan dan minuman dibatasi maka kemampuan hawa nafsu menjadi le[1]mah. Secara naluri, hawa nafsu memiliki tabiat yang selalu mengajak manusia untuk melakukan kesenangan-kesenangan yang tidak seja[1]lan dengan ridha Allah. Pada saat manusia terjerembab dalam ikatan hawa nafsu hakekatnya manusia sedang tidak lagi menjadi manusia. Akal sehatnya menjadi hilang, akhlak pekertinya menjadi sirna, alam jasmaninya menjadi rusak. Hawa nafsu merupakan kendaraan iblis untuk menjurumuskan manusia ke gerbang murkanya Allah. Sebuah kesenangan yang sedikit tetapi mengantarkan pada penyesalan yang panjang.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kemuliaan akhlak adalah salah satu sifat para nabi, para wali, dan orang-orang shalih. Dengan kemuliaan akhlak, keluhuran derajat diperoleh dan surga tertinggi diraih. Allah subhanahu wa ta’ala memuji Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai insan yang berakhlak agung dalam firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: ٤)
Maknanya: “Sesungguhnya engkau wahai Muhammad benar-benar berakhlak yang agung” (QS al-Qalam: 4).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan balasan bagi orang yang berakhlak mulia kelak di kehidupan akhirat dalam sabdanya:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ (رَوَاهُ أَبُو داودَ)
Maknanya: “Aku adalah penjamin istana di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan (yang tidak ada manfaatnya) meskipun ia benar, dan dengan istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun ia bercanda, serta istana di surga yang paling tinggi bagi orang yang berakhlak mulia” (HR Abu Dawud).
Hadirin jamaah shalat idul Fitri rahimakumullah,
Akhlak mulia mengandung tiga makna sekaligus yang tidak terpisahkan satu sama lain. Pertama, berbuat baik kepada semua orang, kepada siapa pun tanpa pandang bulu, tanpa berharap balasan dan imbalan apa pun dari orang yang kita perlakukan dengan baik. Kita berbuat baik kepada seseorang bukan dengan niat supaya orang itu membalas kebaikan kita. Atau dengan niat agar orang itu juga memperlakukan kita dengan baik. Tidak. Kita berbuat baik kepada orang lain semata-mata dilandasi niat ingin menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, ini hal biasa. Hampir semua orang mampu melakukannya. Akan tetapi berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepada kita, ini baru luar biasa. Sangat sedikit yang mampu melakukannya. Dan inilah yang disebut dengan kemuliaan akhlak. Kedua, bersabar atas perlakukan buruk orang lain. Ketiga, menahan diri untuk tidak berbuat buruk kepada orang lain.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhlak yang mulia adalah sebab tersebarnya kasih sayang dan saling cinta di kalangan masyarakat. Sebaliknya akhlak yang buruk biasanya melahirkan saling benci, saling hasud, dan saling dengki. Marilah kita teladani apa yang dilakukan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang rabi (pendeta agama Yahudi). Rabi itu bernama Zaid bin Sa’yah, atau lebih populer dengan panggilan Zaid bin Sa’nah. Ia pernah membaca di sebuah kitab kuno bahwa Nabi akhir zaman salah satu cirinya adalah perlakuan seburuk apa pun terhadapnya tidak akan menambahkan kepadanya kecuali sikap santun dan sabar. Zaid kemudian ingin menguji apakah sifat itu ada pada diri Muhammad. Ia lalu memberi utang Nabi dengan utang yang disepakati temponya.
Tiga hari sebelum jatuh tempo, Zaid mendatangi Nabi untuk menagih utang dengan kata-kata kasar yang memancing kemarahan Umar bin Khatthab. Umar yang kala itu berada di dekat Nabi hampir saja mencelakai Zaid dan membunuhnya. Rasulullah dengan sabar dan santun spontan mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Umar. Melihat hal itu, Zaid langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Masyaallah! Demikianlah yang terjadi jika seorang pendakwah berakhlak mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan yang sempurna bagi siapa pun yang ingin terjun berdakwah di tengah-tengah masyarakat.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhlak yang mulia juga ditunjukkan oleh salah seorang cicit Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum yang berjuluk as-Sajjad Zainal ‘Abidin. Suatu ketika beliau berwudhu dengan dibantu oleh salah seorang budak perempuannya. Sang budak memegang sebuah teko (cerek) yang berisi air dan dituangkan sedikit demi sedikit untuk diambil Imam Zainal Abidin dan dibasuhkan ke anggota-anggota wudhu. Tiba-tiba teko itu lepas dari genggaman sang budak dan jatuh mengenai kepala Imam Zainal Abidin. Seketika kepala beliau luka dan mengucurkan darah. Budak perempuan itu gemetar badannya dan sangat takut. Lantas sang budak berkata: wahai tuanku, وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ “(Orang-orang yang bertakwa adalah) mereka yang mampu menahan amarah” Sang Imam berkata: “Aku telah menahan amarahku” Budak itu melanjutkan potongan ayat berikutnya: وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ “(Orang-orang yang bertakwa juga adalah) mereka yang memaafkan kesalahan orang lain” Imam Zainal Abidin berkata: “Aku telah memaafkanmu, silakan pergi, engkau sekarang aku merdekakan karena Allah ta’ala.”
Hadirin rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا، وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنفِذَهُ، دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلَائقِ يَوْمَ القِيَامَةِ، حَتَّى يُخيِّرَهُ مِنْ أَيِّ الحُورِ شَاءَ (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن)
Maknanya: “Siapa yang menahan amarah padahal ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat hingga ia dipersilakan memilih bidadari mana yang ia kehendaki” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan ia berkata: Ini hadits hasan)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Untuk mencapai derajat sebagai orang yang berakhlak mulia dibutuhkan perjuangan yang berat dan terus menerus melawan hawa nafsu. Ditambah lagi dengan perjuangan yang berat dan tiada henti melawan godaan setan. Oleh karena itulah, seseorang yang berakhlak mulia disejajarkan derajatnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang yang selalu menghidupkan malam dengan shalat-shalat malam dan berpuasa penuh sepanjang tahun kecuali lima hari yang diharamkan. Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ (رواه أبو داود)
Maknanya: “Sungguh, dengan kemuliaan akhlak, seorang Mukmin akan mencapai derajat orang yang berpuasa sepanjang tahun (kecuali lima hari yang diharamkan) dan mendirikan shalat malam sepanjang tahun” (HR Abu Dawud).
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggolongkan kemuliaan akhlak sebagai tanda kesempurnaan iman dalam sabdanya:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي)
Maknanya: “Seorang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR at-Tirmidzi).
Jamaah Sidang shalat Idul Fitri Rahimakumullah.
Derajat ketakwaan merupakan sebuah pencapaian yang dicita[1]citakan oleh orang yang beriman. Oleh karenanya, mencapai dera[1]jat ini membutuhkan usaha yang maksimal. Modal utama dari usaha tersebut adalah Ikhlas, menahan hawa nafsu serta sabar dalam ber[1]ibadah. Di bulan suci Ramadhan, umat Islam dituntut dapat mewujudkannya modal utama tersebut dalam setiap ibadah baik yang mahdhah maupun yang ghairu mahdhah dengan harapan manu[1]sia dapat kembali ke fitrah sebagaimana diciptakan dan dilahirkan pertama kalinya ke dunia. jiwa yang fitrah hanya dapat dimiliki oleh orang-orang mukmin selama hidup di dunia. Jiwa yang fitrah akan mengantarkan pemiliknya meninggalkan alam dunia ini dengan tanpa beban salah dan dosa atau jiwa yang dikonsepkan dalam tazkiyatun nafs.
Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan orang yang sukses dalam mengaruhi pusat pendidikan dan pelatihan selama bulan suci Ramadhan berlangsung. Serta sebuah harapan besar, kita dapat melanggengkan berbagai macam pelatihan ibadah yang sudah terbiasa dilaksanakan pada bulan-bulan selain Ramadhan. Hari-hari kita dapat diisi dengan keshalihan yang mengantarkan kita semua menuju gerbang keharuman surga Allah Swt, dan memiliki karakter akhlak mulia.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِي القُرءَانِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِي ِوَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الأَيَاتِ وَذِكْرِالحَكِيْمِ , وَتَقَبَلَ الله مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الحمد لله … الحمد لله حمداكثير كما أمر, اشهد ان لااله الاالله وحده لاشريك له, اقراربربوبيتي لمن جهد به وكفر, واشهد ان محمد عبده ورسوله سيد الخلائق والبشر,
اللهم صلِّى وسلم بَارِكْ عَلَى سيدنا محمد وعلى اله واصحابه وذريته اجمعين
معاصرالمسلمين رحمكم الله… ان الله وملائكته يصلون عل النبي يا ايهاالذين امنوصلو عليه وسلم تسليما
اللهم غفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمنين والمسلمات الأحياء منهم والأموات. انك قريب مجيب دعوات . رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ
رَّبَّنَآ إِنَّنَا سَمِعۡنَا مُنَادِيٗا يُنَادِي لِلۡإِيمَٰنِ أَنۡ ءَامِنُواْ بِرَبِّكُمۡ فََٔامَنَّاۚ رَبَّنَا فَٱغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرۡ عَنَّا سَئَِّاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ ٱلۡأَبۡرَارِ
رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلَا تُخۡزِنَا يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ إِنَّكَ لَا تُخۡلِفُ ٱلۡمِيعَادَ