Kab. Pasuruan (Inmas/Bimas Islam) – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan, H. Syaikhul Hadi beri support dan dorongan bagi kepala KUA dan Penghulu agar mengerti dan memahami akan hukum. Selain itu, ia pun mengajak kepala KUA dan Penghulu untuk terus meningkatkan kemampuan, salah satunya kemampuan dalam hal berbahasa.
Pesan ini disampaikan saat acara Bimbingan Teknis Kenotariatan Bagi Kepala KUA dan Penghulu se Wilayah Kerja (Wilker) Malang, Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo dan Kota Probolinggo yang bertempat di RM. Kebon Pring – Pasuruan, Rabu (11/10/23).
Selain Ka Kemenag dan Kasi Bimas Islam, turut hadir jajaran pejabat, termasuk Dewan Pengawas Himpunan Advokasi Nahdlatul Ulama’ (HIMANU) PBNU (Dr. Habib), serta perwakilan dari Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Dr. Amanullah.
Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Cabang Kabupaten Pasuruan, H. Ja’far Habibullah, menyampaikan bahwasannya acara ini penting guna menambah kompetensi Kepala KUA dan Penghulu. “Kepala KUA dan penghulu harus mampu memahami regulasi yang ada”, ujar Habib Ja’far.
Ketua APRI wilayah Jawa Timur, H. Wawan Ali Suhudi, menambahkan dilangsungkannya kegiatan ini sebab terjadinya problematika pencatatan nikah saat ini mulai berkembang, serta mengantisipasi problematika yang berurusan dengan ranah hukum. Harapannya, ketika terjadi masalah hukum, KUA mampu berbicara berdasarkan regulasi aturan dan hukum yang berlaku.
“Kepala KUA merupakan notaris dalam pencatatan nikah dan akta ikrar wakaf, selama ini kita kurang mendapatkan informasi terkait akta nikah dan akta ikrar wakaf, satu-satunya jabatan yang memiliki profesi hukum dalam kementerian agama adalah ya Penghulu seperti kita kita ini,” Jelasnya.
Sementara, Kepala Kantor Kemenag Kab. Pasuruan berharap agar adanya kegiatan ini bisa memberi manfaat bagi masyarakat Pasuruan sesuai dengan semangat kemajuan (maslahah) yang ada saat ini.
Ia pun menekankan akan pentingnya kepala KUA dan Penghulu dalam hal meningkatkan kemampuan berbahasa, minimal dua bahasa bahkan lebih bila perlu. Hal demikian ia sampaikan mengingat mulai banyaknya prosesi pernikahan beda negara yang tentunya juga beda bahasa. (humas)